Fimosis: "Mengenali Kondisi, Penyebab, dan Cara Penanganannya”
Rezza, MD
11/18/20253 min read
Fimosis adalah kondisi di mana kulup (prepusium) atau kulit yang menutupi kepala penis tidak dapat ditarik ke belakang (retraksi). Kondisi ini sering kali menimbulkan kekhawatiran bagi orang tua, namun penting untuk membedakan mana kondisi yang merupakan fase perkembangan normal dan mana yang memerlukan penanganan medis.
1. Membedakan Jenis Fimosis: Normal vs Masalah
Hal pertama yang perlu dipahami adalah tidak semua fimosis itu penyakit. Secara medis, fimosis dibagi menjadi dua kategori utama:
a. Fimosis Fisiologis (Normal)
b. Fimosis Patologis (Tidak Normal)
Ini adalah kondisi bawaan lahir. Pada bayi baru lahir hingga balita, kulup penis memang melekat erat pada kepala penis.
Kapan ini terjadi? Hampir semua bayi laki-laki lahir dengan kondisi ini.
Apakah perlu diobati? Tidak, selama tidak ada keluhan (seperti infeksi atau sumbatan urin). Seiring bertambahnya usia, perlekatan ini akan terlepas secara alami dan kulup akan menjadi lebih elastis. Proses ini bisa berlangsung hingga usia sekolah atau pubertas.
Ini terjadi akibat adanya jaringan parut (fibrosis) atau infeksi yang menyebabkan kulit kulup mengeras dan menyempit, sehingga tidak bisa ditarik kembali walaupun sebelumnya bisa.
Kapan perlu diwaspadai? Jika kulup yang sebelumnya bisa ditarik tiba-tiba menjadi kaku, terasa sakit, berdarah, atau memerah.
2. Penyebab Fimosis Berdasarkan Usia
Penyebab fimosis berbeda antara anak-anak dan orang dewasa:
Perlekatan Alamiah: Lapisan dalam kulup dan kepala penis belum terpisah sempurna.
Cincin Sempit: Ujung kulit kulup masih sempit dan belum melonggar.
Peringatan: Memaksa menarik kulup bayi (retraksi paksa) dapat menyebabkan luka robekan kecil yang justru memicu fimosis patologis di kemudian hari.
Pada Bayi dan Anak-Anak
Pada Orang Dewasa
Infeksi Berulang: Infeksi pada kepala penis (balanitis) atau kulup (posthitis) yang tidak diobati dengan tuntas dapat menyebabkan peradangan kronis.
Lichen Sclerosus: Penyakit kulit yang menyebabkan kulup menjadi putih, keras, dan tidak elastis. Ini adalah penyebab umum fimosis pada orang dewasa.
Diabetes: Kadar gula darah yang tinggi membuat urin mengandung gula, yang menjadi media subur bagi bakteri dan jamur, sehingga memicu infeksi berulang dan penyempitan kulit.
Trauma: Luka akibat penarikan paksa atau aktivitas seksual yang kasar.
3. Gejala dan Tanda Bahaya
Ballooning: Saat buang air kecil, ujung penis menggelembung seperti balon karena urin tertahan oleh kulit yang sempit sebelum keluar.
Nyeri dan Kemerahan: Terdapat rasa sakit, bengkak, atau nanah di ujung penis.
Sulit Buang Air Kecil: Pancaran urin lemah, menetes, atau anak harus mengejan kuat.
Parafimosis (Darurat): Kulup yang ditarik ke belakang tersangkut dan tidak bisa dikembalikan ke posisi semula, menjepit batang penis. Ini adalah kondisi gawat darurat yang memerlukan penanganan segera.
Kapan Anda harus membawa anak atau diri Anda ke dokter? Perhatikan tanda-tanda berikut:
4. Cara Penanganan yang Aman dan Efektif
Penanganan fimosis bergantung pada jenis dan keparahannya. Tidak semua kasus harus langsung dioperasi.
Pilihan ini biasanya direkomendasikan untuk fimosis fisiologis yang menetap atau fimosis ringan pada anak.
Krim Steroid Topikal: Dokter dapat meresepkan krim kortikosteroid (seperti betamethasone) yang dioleskan pada ujung kulup selama 4–8 minggu. Obat ini membantu menipiskan dan melenturkan kulit.
Latihan Peregangan (Stretching): Dilakukan secara lembut dan bertahap setelah penggunaan krim, bukan ditarik paksa.
a. Terapi Konservatif (Tanpa Operasi
b. Terapi Operatif (Pembedahan)
Disarankan jika terapi konservatif gagal, terjadi infeksi berulang (ISK atau balanitis), atau pada kasus fimosis patologis.
Sirkumsisi (Sunat): Pengangkatan seluruh kulit kulup. Ini adalah solusi permanen dan paling efektif untuk mencegah kekambuhan.
Preputioplasty: Bedah plastik minor untuk melebarkan bukaan kulup tanpa membuang seluruh kulitnya. Pilihan ini jarang dilakukan kecuali ada permintaan khusus untuk mempertahankan kulup.
European Association of Urology (EAU). (2023). Paediatric Urology Guidelines: Phimosis. EAU Guidelines.
McGregor, T. B., Pike, J. G., & Leonard, M. P. (2007). Pathologic and physiologic phimosis: Approach to the phimotic foreskin. Canadian Family Physician, 53(3), 445-448.
American Academy of Pediatrics (AAP). (2012). Circumcision Policy Statement. Pediatrics, 130(3), 585-586.
National Health Service (NHS) UK. (2021). Phimosis and Paraphimosis. Diakses dari www.nhs.uk.
Shahid, S. K. (2012). Phimosis in Children. ISRN Urology, 2012, 707329.
Urology Malaysia. (n.d.). Phimosis (Tight Foreskin). Urology Malaysia. Diakses dari https://www.urology.com.my/phimosis-tight-foreskin/
Zhang, G., Luo, Y., Cheng, S., Tu, Y., Meng, X., Wu, L., Li, G., & Chen, X. (2024). Optimizing treatment strategies for pediatric phimosis and redundant prepuce: a comparative study of traditional circumcision and disposable circumcision stapler. Frontiers in Pediatrics, 12, 1394403. https://doi.org/10.3389/fped.2024.1394403
Daftar Pustaka




Gambar
(A) Ini adalah kasus fimosis, ditandai dengan penyempitan bukaan preputium yang membatasi retraksi penuh kulup, sehingga glans penis tidak dapat terlihat.
(B) Smegma yang terdeteksi saat pembedahan, berupa gumpalan putih yang terbentuk dari sel epitel yang terlepas di bawah kulup, terletak di sekitar korona. Kondisi ini dapat menyebabkan komplikasi seperti infeksi lokal, perlekatan, balanitis, dan Balanitis xerotica obliterans (BXO).
(C) BXO adalah penyakit kulit inflamasi kronis, didapat, dan tidak menular yang biasanya memengaruhi kulup, glans penis, dan preputium, sehingga menyebabkan jaringan parut sklerotik, fimosis sekunder, kesulitan berkemih, disfungsi seksual, dan bahkan potensi transformasi ganas.
(D) Gejala yang paling umum dari BXO adalah jaringan parut pada kulup dan sklerosis; mungkin juga terdapat tanda-tanda pucat dan penebalan serupa pada permukaan glans.
Adapted from Zhang et al., 2024
Adapted from Urology.com.my, Phimosis (Tight Foreskin)